Jakarta (BERITAJA.COM) - PDI Perjuangan dan Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai partai politik lebih memilih jalan ideologi nan kokoh pada prinsip meskipun terjal, kata Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto.
"Dengan sikap Prof Yusril (Ketua Umum PBB) tersebut, maka semakin jelas gimana PDI Perjuangan dan PBB datang sebagai partai ideologi. Kami menempuh jalan ideologi, sementara nan lain jalan liberalisme. Jalan ideologi meski sering terjal, namun kokoh pada prinsip," kata Hasto Kristiyanto dalam keterangannya diterima di Jakarta, Kamis.
Sebagai parpol nan memilih jalan ideologi, katanya, PDI Perjuangan turut menyiapkan kader dengan pedoman tersebut dan dipersiapkan melalui kaderisasi kepemimpinan.
"Sebab menjadi personil legislatif itu dituntut untuk menyelesaikan masalah rakyat saat ini dan merancang masa depan Indonesia melalui keputusan politik. Dalam peran strategis tersebut, maka caleg kudu dipersiapkan melalui kaderisasi kepemimpinan” kata dia.
PDI Perjuangan memberikan penghargaan kepada Prof Yusril Ihza Mahendra nan telah menyampaikan pemikiran kenegarawanan berasas petunjuk ideologi Pancasila dan UUD 1945.
“Pemikiran mahir norma tata negara dan sekaligus Ketua Umum PBB tersebut sangat mencerahkan, dan menampilkan kepakaran beliau nan dipandu sikap kenegarawanan tentang gimana sistem pemilu tertutup berkorelasi dengan pelembagaan partai dan menegaskan bahwa peserta pemilu legislatif adalah parpol, bukan orang per orang,” katanya.
Menurut dia, dengan sistem proporsional tertutup, maka caleg bermodalkan keahlian, dedikasi, dan kompetensi melalui kaderisasi, sementara jika proporsional terbuka modalnya ketenaran dan kekayaan.
Berita lain dengan Judul: PDI-P percayakan putusan sistem Pemilu 2024 pada MK
Berita lain dengan Judul: Sekjen PDI-P sebut soal Pilpres sudah ada kandidat
“Secara empiris, proporsional terbuka mendorong bajak-membajak kader ala transfer pemain dalam sepak bola; kecenderungan kaum kaya dan artis masuk ke politik, primordialisme, dan ada partai lantaran ambisi, lampau ambil jalan pintas merekrut isteri, anak, alias adik pejabat dan menguatlah nepotisme," kata dia.
Logikanya, menurut Hasto, pejabat bakal mengerahkan kekuasaannya untuk caleg dari unsur keluarganya. Di tata pemerintahan, menteri nan memegang sumber logistik dan kekuasaan norma bakal menjadi rebutan.
"Dalam proporsional terbuka caleg lahir secara instan, hasilnya kepuasan terhadap parpol dan lembaga legislatif selalu berada di urutan paling bawah dari lembaga negara lainnya. Mengapa, lantaran pragmatisme politik merajalela," ucapnya.
Hal tersebut, papar dia, lantaran untuk menjadi personil legislatif kudu bermodalkan kapital alias support penanammodal politik, maka skala prioritas lebih menggunakan kekuasaan untuk mengembalikan modal politik, dan kemudian mencari modal dalam pencalonan ke depan.
"Dalam proses ini terjadi penyatuan kegunaan antara politik, bisnis, dan hukum. Semua demi agenda pencitraan, dan kebijakan populisme nan menahan fiskal di masa depan," ujarnya.
COPYRIGHT © BERITAJA.COM 2023