Panduan Lengkap Cerai Gugat: Prosedur, Hak, Dan Kewajiban - Beritaja
Jakarta (BERITAJA) - Cerai gugat merupakan perceraian yang diajukan oleh istri lantaran rumah tangga yang dinilai sudah tidak memungkinkan untuk dipertahankan lagi.
Cerai gugat merujuk pada perceraian yang biasanya diajukan oleh pihak istri terhadap suami, dan dalam prosesnya, penggugat mesti dengan beberapa tahapan norma yang mesti dipahami dengan baik.
Berikut ini bakal membahas secara komplit tentang pisah gugat, dengan memahami perihal ini, diharapkan Anda dapat lebih mengerti mengenai hak-hak dan tanggungjawab yang perlu dipenuhi selama proses perceraian.
Baca juga: Hukum talak dalam Islam: Kapan diperbolehkan dan dilarang?
Mengenal istilah pisah gugat dalam pernikahan
Dalam konteks norma Islam, istilah pisah gugat mempunyai makna yang berbeda. Menurut UU Perkawinan dan PP 9/1975, gugatan pisah dapat diajukan baik oleh suami maupun istri.
Secara khusus, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), pisah gugat adalah gugatan yang diajukan oleh istri alias kuasanya di Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya mencakup tempat tinggal penggugat, selain jika istri meninggalkan rumah tanpa izin suami.
Penting untuk dipahami bahwa perceraian hanya mampu dilakukan di hadapan Pengadilan Agama setelah upaya mediasi oleh pengadilan gagal. Cerai gugat, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 132 KHI, hanya mampu diterima jika tergugat menunjukkan sikap tidak mau kembali ke rumah bersama.
Secara umum, istilah pisah gugat merujuk pada gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak istri alias kuasanya, sesuai dengan UU Perkawinan dan PP 9/1975. Dalam perihal perkawinan yang dilakukan menurut norma kepercayaan selain Islam, perceraian tidak diajukan ke Pengadilan Agama, tetapi ke Pengadilan Negeri yang wilayahnya meliputi tempat tinggal tergugat.
Sebagai info pisah gugat dan pisah talak mempunyai perbedaan, yang terlihat pada subjek norma yang mengusulkan perceraian. Jika perceraian diajukan oleh istri, perkara ini disebut sebagai "Cerai Gugat" (CG), sementara jika diajukan oleh suami, perkara ini disebut sebagai "Cerai Talak" (CT).
Oleh lantaran itu, jika istri yang mengajukan, surat yang diajukan disebut sebagai surat gugatan pisah talak, sedangkan jika suami yang mengajukan, surat yang diajukan disebut sebagai surat permohonan pisah talak.
Baca juga: Cara urus akta pisah dan argumen sah yang diterima dalam perceraian
Hal-hal yang mesti diperhatikan saat melakukan pisah gugat
1. Langkah-langkah yang mesti dilakukan oleh penggugat (istri alias kuasanya)
• Mengajukan gugatan secara tertulis alias lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
• Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk dari Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah mengenai prosedur penyusunan surat gugatan.
• Surat gugatan dapat diubah selama tidak mengubah posita dan petitum, dan andaikan Tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan tersebut, maka perubahan mesti disetujui oleh tergugat.
2. Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah
• Tempat wilayah hukumnya mencakup tempat tinggal Penggugat.
• Jika Penggugat meninggalkan tempat kediamannya tanpa izin Tergugat, maka gugatan mesti diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang wilayah hukumnya mencakup tempat tinggal tergugat.
• Jika Penggugat tinggal di luar negeri, maka gugatan disampaikan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang wilayah hukumnya mencakup tempat tinggal tergugat.
• Jika kedua pihak tinggal di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang wilayah hukumnya mencakup tempat perkawinan alias kepada Pengadilan Agama.
Baca juga: Rincian biaya pisah di Indonesia dan langkah menghematnya
3. Gugatan mesti mencakup
• Nama, umur, pekerjaan, agama, dan alamat Penggugat serta Tergugat
• Posita (fakta kejadian dan kebenaran norma yang relevan).
• Petitum (tuntutan yang diajukan berasas posita).
4. Gugatan mengenai kewenangan penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, serta kekayaan bersama
Gugatan kewenangan tersebut, dapat diajukan berbarengan dengan gugatan perceraian alias setelah perceraian memperoleh kekuatan norma tetap.
5. Membayar biaya perkara
Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg serta pasal 89 UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). Bagi yang tidak mampu, mampu mengusulkan perkara secara prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg).
6. Penggugat dan tergugat alias kuasanya wajib menghadiri konferensi
Penggugat dan tergugat alias kuasanya wajib menghadiri konvensi sesuai dengan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
Baca juga: Mengenal jenis talak dalam Islam
Baca juga: Cara urus surat cerai: Syarat, prosedur, dan biaya yang dibutuhkan
Editor: Deborah
Copyright © BERITAJA 2025
anda berada diakhir artikel berita dengan judul: