Banda Aceh (BERITAJA.COM) - Anggota DPR Aceh Sulaiman minta Kepolisian Daerah (Polda) setempat untuk menyelesaikan kasus pembunuhan harimau nan melibatkan peternak kambing di Kabupaten Aceh Timur (Syahril) dapat dilakukan secara tenteram alias restorative justice (RJ).
"Saya berambisi kepada penegak norma (kepolisian) dapat menyelesaikan kasus itu secara tenteram alias restorative justice yaitu perkara tidak dilanjutkan lagi," kata Anggota DPR Aceh Sulaiman, di Banda Aceh, Senin.
Sebelumnya, buntang harimau sumatra dengan perkiraan usia 1,5 hingga dua tahun ditemukan meninggal tak jauh dari kandang kambing milik Syahril (tersangka) di Gampong Peunaron Lama, Peunaron, Aceh Timur, Rabu (22/2).
Tidak jauh dari buntang harimau, petugas keamanan dari TNI/Polri menemukan karung berisi racun.
Namun, sebelum ditemukan buntang harimau, penduduk juga menemukan tiga ekor kambing milik Syahril meninggal di kandang dan di luar kandang. Diduga, ketiga kambing tersebut meninggal setelah dimangsa harimau.
Berita lain dengan Judul: Polisi tangkap pemilik kambing diduga meracuni harimau sumatra
Terhadap kasus itu, Polres Aceh Timur telah menangkap seorang terduga pelaku (Syahril) nan menaburkan racun itu, sehingga menyebabkan kematian satu perseorangan harimau sumatra (panthera tigris sumatrae) di pedalaman kabupaten setempat.
Sulaiman melihat, sangat tidak setara rasanya jika pemilik kambing disalahkan secara sepihak, lantaran pada dasarnya dia juga dilindungi oleh negara.
"Negara tidak hanya melindungi harimau, tetapi negara juga melindungi setiap kewenangan penduduk negara," ujarnya.
Kata Sulaiman, terhadap apa nan dilakukan oleh pemilik kambing tersebut bukan sebuah kejahatan nan luar biasa.
Artinya, nan berkepentingan tidak memburu harimau untuk diperdagangkan kulitnya. Tetapi dia hanya menunjukkan reaksi lantaran harimau itu telah menerkam kambing miliknya.
Ia menegaskan jika perbuatan Syahril itu kudu dihukum lantaran melanggar aturan, maka semua pihak juga kudu sadar bahwa melindungi kewenangan hidup dia juga merupakan patokan negara, dan sangat jelas termaktub dalam UUD 1945.
Sulaiman menilai bentrok satwa dengan manusia terus terjadi dikarenakan lengahnya pemangku kebijakan dalam menyiapkan langkah-langkah konkret dalam pengelolaan satwa liar saat ini.
"Karena itu, apa nan terjadi di Aceh Timur ini saya berambisi Kapolda Aceh dapat membuka mata hatinya untuk menyelesaikannya secara tenteram alias restorative justice," katanya.
Hal senada juga disampaikan Kadiv Advokasi WALHI Aceh Afifuddin meminta kepolisian Aceh Timur untuk menyelesaikan kasus kematian harimau nan melibatkan seorang peternak kambing itu secara non yuridis alias restorative justice (perdamaian).
"Terkait proses norma terhadap peternak (Syahril) nan kambingnya dimangsa harimau perlu diselesaikan secara non-yuridis, bisa melalui restorative justice," kata Afifuddin.
Menurut Afifuddin, norma semestinya tidak hanya dipandang dari aspek yuridis formal, melainkan juga ada pertimbangan pada aspek non-yuridis.
"Karena terjadi sesuatu, pasti ada karena dan akibat. Sebab sering ternak dimangsa harimau, tentu menimbulkan reaksi, itu juga akibat lemahnya penanganan bentrok satwa nan terjadi saat ini," kata Afifuddin.
Berita lain dengan Judul: BKSDA musnahkan buntang harimau nan meninggal di kebun penduduk Aceh Timur
Berita lain dengan Judul: Dua terdakwa kematian harimau dituntut dua tahun enam bulan penjara
COPYRIGHT © BERITAJA.COM 2023