Kalau sudah vonis, jaksa wajib banding. Kita tunggu, jaksa banding alias tidak
Malang, Jawa Timur (BERITAJA.COM) - Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (Tatak) meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan kasus Tragedi Kanjuruhan untuk mengusulkan banding terhadap vonis majelis pengadil Pengadilan Negeri Surabaya.
Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan Imam Hidayat di Kota Malang, Jawa Timur, Kamis mengatakan bahwa JPI wajib untuk melakukan banding terhadap vonis kepada terdakwa Tragedi Kanjuruhan tersebut, lantaran balasan nan dinilai terlalu rendah.
"Kalau sudah vonis, jaksa wajib banding. Kita tunggu, jaksa banding alias tidak," ucap Imam.
Imam menjelaskan, jika Jaksa Penuntut Umum tidak melakukan banding terhadap vonis tersebut, maka bakal semakin memperkuat bukti bahwa keadilan bagi family korban Tragedi Kanjuruhan tidak didapatkan.
Menurutnya, para korban Tragedi Kanjuruhan nan diwakili oleh Tatak sudah menduga vonis tersebut bakal lebih ringan dari tuntutan. Ia menilai, tidak ada kesungguhan dalam mengusut tuntas peristiwa Tragedi Kanjuruhan nan menyebabkan 135 orang meninggal bumi tersebut.
"Kita mulai awal sudah menduga seperti itu, artinya memang tidak ada kesungguhan dalam persidangan model A di Pengadilan Negeri Surabaya," ujarnya.
Berita lain dengan Judul: Terdakwa Kanjuruhan Suko Sutrisno divonis 1 tahun penjara
Berita lain dengan Judul: Terdakwa kasus Kanjuruhan Abdul Haris divonis 1 tahun 6 bulan penjara
Selain itu, pihaknya mempertanyakan tersangka lain nan hingga saat ini tetap belum menjalani proses peradilan ialah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) saat itu, Ahmad Hadian Lukita (AHL). Ia mempertanyakan proses kelengkapan arsip nan hingga sekarang belum rampung.
"Dimana AHL? Itu tidak muncul. Perkara saat ini sudah nyaris selesai, arsip belum dilengkapi. Ini ada apa?" ujarnya.
Kecewa
Sementara itu, family korban Tragedi Kanjuruhan Devi Athok nan kehilangan dua putri-nya dalam peristiwa tersebut, menyatakan kecewa dengan vonis nan dijatuhkan pengadil kepada para terdakwa.
Ia menilai, dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya tersebut tidak sesuai dengan realita nan terjadi dalam peristiwa memilukan pada 1 Oktober 2022 lalu. Pada peristiwa itu, dua putri Devi Athok meninggal bumi dan telah dilakukan proses autopsi.
"Saya mewakili dua putri saya, jujur saya kecewa dengan hasil sidang di Surabaya. Tidak sesuai dengan realita di lapangan," katanya.
Pada sidang putusan nan digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan Abdul Haris divonis satu tahun enam bulan penjara, lebih rendah dari tuntutan JPU nan selama enam tahun delapan bulan penjara.
Sementara Suko Sutrisno, divonis satu tahun penjara nan juga lebih rendah dari tuntutan JPU selama enam tahun delapan bulan penjara. Suko secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melanggar Pasal 359, Pasal 360 ayat (1) dan Pasal 360 ayat (2) KUHP.
Pada 1 Oktober 2022 terjadi kericuhan usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kekalahan itu menyebabkan sejumlah suporter turun dan masuk ke dalam area lapangan.
Kerusuhan tersebut semakin membesar dimana sejumlah flare dilemparkan termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan campuran dari kepolisian dan TNI berupaya menghalau para suporter tersebut dan pada akhirnya menggunakan gas air mata.
Akibat kejadian itu, sebanyak 135 orang dilaporkan meninggal bumi akibat patah tulang, trauma di kepala dan leher dan asfiksia alias kadar oksigen dalam tubuh berkurang. Selain itu, dilaporkan juga ada ratusan orang nan mengalami luka ringan termasuk luka berat.
COPYRIGHT © BERITAJA.COM 2023